Pertunjukan Seni yang Sarat Makna bertajuk "Ziarah Suvarnadvipa" di Museum Kawasan Cagar Budaya Nasional Muaro Jambi.


 Jambi – Potretpublik.com,

Badan Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia menggelar pameran seni dan budaya bertajuk “Ziarah Suvarnadvipa” pada Sabtu, 6 Desember 2025, di Museum Kawasan Cagar Budaya Nasional Muaro Jambi.


Kegiatan berlangsung pukul 10.00 hingga 11.00 WIB dan menjadi ruang kontemplatif bagi masyarakat untuk kembali menyelami jejak peradaban kuno Nusantara yang pernah berjaya di kawasan Suvarnadvipa.


Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, di antaranya perwakilan Gubernur Provinsi Jambi, Bupati Muaro Jambi, Rektor Universitas Jambi, Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Rektor Universitas Batanghari, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, Kepala Kanwil Perbendaharaan Provinsi Jambi, Kepala KPPN Jambi, serta Kepala KPKNL Jambi. Kehadiran para pemangku kepentingan tersebut menegaskan pentingnya pelestarian budaya sebagai bagian dari pembangunan peradaban bangsa.


Pameran “Ziarah Suvarnadvipa” dirancang sebagai ruang edukatif dan reflektif yang menyoroti perjalanan intelektual serta spiritual masyarakat Nusantara di masa silam. Tidak hanya menampilkan artefak dan dokumentasi sejarah, pameran ini juga menyuguhkan berbagai pertunjukan seni yang sarat makna.


Salah satu karya yang paling menyita perhatian pengunjung adalah pertunjukan teatrikal “pohon gelondongan” oleh seniman Edi Bonetsky. Dalam art performance tersebut, Edi menyuarakan kritik ekologis sekaligus empati terhadap bencana alam yang kerap melanda Sumatera akibat kerusakan hutan dan eksploitasi alam yang berlebihan.


“Hari ini manusia sebenarnya harus mengajak pengetahuan kembali. Kalau ingin durian, harus menemui pohonnya. Dan kalau ingin membabat hutan, maka babatlah hawa nafsu terlebih dahulu… Ketika manusia bukan hanya mengambil buahnya, tetapi juga pohon dan bahkan berhektar-hektar hutan, di sanalah bencana mulai disemai,” ungkap Edi dalam refleksinya.


Ia menegaskan, penebangan hutan tanpa kendali telah menghilangkan fungsi alam sebagai penjaga keseimbangan. Akar-akar pohon yang dulu menahan tanah dan air kini telah tiada, menyebabkan banjir bandang dan kerusakan lingkungan pada pemukiman warga. Kayu-kayu yang dahulu berdiri tegak menjaga aliran sungai, kini justru terbawa arus menjadi ancaman bagi kehidupan.


Melalui karya performatifnya, Edi mengajak tubuh dan rasa untuk “mendengar” bunyi-bunyi peristiwa dari Muaro Jambi—bunyi hutan yang hilang, bunyi air yang mencari jalan sendiri, serta bunyi peringatan dari alam yang tidak lagi mampu menahan luka akibat keserakahan manusia.


Lebih dari sekadar pameran seni, “Ziarah Suvarnadvipa” dimaknai sebagai perjalanan batin dan kesadaran kolektif. Kegiatan ini menautkan hubungan antara manusia, alam, dan pengetahuan yang telah membentuk peradaban Nusantara sejak masa lampau. Keterlibatan masyarakat Muarajambi, seniman lokal, hingga seniman pendatang menjadi energi utama dalam membangun narasi visual yang menyentuh dan menggugah kesadaran bersama.


Kompleks Cagar Budaya Nasional Muaro Jambi, yang dahulu menjadi pusat pembelajaran spiritual dan filsafat, kini kembali dihidupkan sebagai sumber inspirasi, refleksi, dan pembelajaran bagi generasi masa kini dan mendatang.


Melalui pameran ini, BPK Wilayah V berharap masyarakat semakin memahami arti penting pelestarian warisan budaya dan alam. Suvarnadvipa tidak hanya dikenang sebagai kejayaan masa lalu, tetapi juga sebagai pesan moral untuk menjaga bumi, merawat sejarah, dan menghidupkan kembali nilai-nilai kearifan leluhur.


“Ziarah Suvarnadvipa” bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan perjalanan batin untuk menghidupkan kembali kesadaran akan warisan peradaban dan tanggung jawab manusia terhadap alam dan budaya.


Potret publik/Herman L Tobing.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama